Bab I

PENDAHULUAN

Pasal 1

  1. Kode etik ATPI adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam berfikir, bersikap dan bertindak bagi setiap anggota ATPI.
  2. Setiap anggota ATPI wajib menjaga citra martabat profesi dengan senantiasa berpegang pada Kode etik ATPI;
  3. Kode etik ATPI juga mengatur sanksi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban atau dilanggarnya larangan oleh anggota ATPI.

Bab II

KEPRIBADIAN TEKINISI PERPAJAKAN INDONESIA

Pasal 2

Tekinisi Perpajakan Indonesia wajib:

  1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan profesi Teknisi Perpajakan Indonesia.
  3. Melakukan tugas profesi Pendidikan dan atau Karyawan dengan penuh tanggung jawab, dedikasi tinggi dan independen;
  4. Menjaga kerahasiaan dalam menjalankan profesi.

Pasal 3

Teknisi Perpajakan Indonesia dilarang:

  1. Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri, kecuali dibidang riset, pengkajian dan pendidikan;
  2. Meminjamkan Sertifikat Kompetensi untuk digunakan oleh pihak lain;
  3. Menugaskan karyawan bawahannya atau pihak lain yang tidak menguasai pengetahuan perpajakan untuk bertindak, memberikan nasehat dan menangani urusan perpajakan tanpa seijin atau perintah atasan atau Pemberi Kerja.
  4. Menggunakan sertifikat Kompetensi Teknisi Perpajakan yang dimiliki sebagai dasar untuk menjalankan praktek Kantor Konsulen atau Konsultan Pajak.
  5. Menggunkan sertifikat Kompetensi Teknisi Perpajakan yang dimiliki sebagai dasar untuk menjalakan praktek Kantor Jasa Akuntansi (KJA).
  6. Menjadi Konsulen Pajak atau atau Teknisi Pajak yang tidak sesuai dengan Level Sertifikat Kompetensi yang dimiliki tanpa ada perintah atau tugas dari atasan atau Pemberi Kerja dari perusahaan atau entitas tempatnya bekerja.

Bab III

HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEPROFESI

Pasal 4

Teknisi Perpajakan Indonesia wajib menjaga hubungan dengan teman seprofesi, dilandasi sikap saling menghotmati, saling menghargai dan saling mempercayai.

Pasal 5

  1. Apabila terjadi sengketa sesama anggota ATPI, maka sengketa tersebut diselesaikan oleh Pengurus Cabang jika terdapat pengurus cabang.
  2. Apabila penyelesaian sengketa pada ayat (1) tidak diperoleh, sengketa tersebut diajukan kepada Pengurus Pusat;
  3. Apabila penyelesaian sengketa pada ayat (2) belum juga diperoleh, sengketa tersebut diajukan kepada Dewan Kehormatan.

Bab IV

HUBUNGAN DENGAN PEMBERI KERJA SEBAGAI WAJIB WAJIB PAJAK

Pasal 6

Teknisi Perpajakan Indonesia wajib:

  1. Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan:
  2. Dengan memelihara kepercayaan masyarakat;
  3. Bersikap jujur dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa;
  4. Dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak boleh menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip;
  5. Mampu melihat mana yang benar, adil dan mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian.
  6. Bersikap profesional:
  7. Senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam pemberian jasa yang dilakukan;
  8. Senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan menghormati kepercayaan masyarakat dan pemerintah;
  9. Melaksanakan kejawibannya dengan penuh kehati-hatian dan mempunyai kewajiban mempertahankan pengetahuan dan keterampilan.
  10. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Pemberi kerja sebagai Wajib Pajak maupun atasan dan atau pemilik modal:
  11. Harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama menjalankan tugasnya, dan tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak atau kewajiban legal profesional yang legal atau hukum atau perintah pengadilan untuk mengungkapkannya;
  12. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf atau karyawan maupun pihak lain dalam pengawasannya dan pihak lain yang diminta nasihat dan bantuannya tetap menghormati dan menjaga prinsip kerahasiaan.

Pasal 7

Teknisi Perpajakan Indonesia dilarang:

  1. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan pemberi kerja seabagi Wajib Pajak mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan;
  2. Memberikan jaminan kepada pemberi kerja seabgai Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan;
  3. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan pemberi kerja sebagai Wajib Pajak untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak  lain;
  4. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan yang diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan;
  5. Menerima permintaan pemberi kerja sebagai Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan rekayasa atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan.

Bab V

PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 8

  1. Setiap anggota ATPI wajib mematuhi dan melaksanakan kode etik;
  2. Pengawasan atas pelaksanaan kode etik dilakukan oleh Dewan Pengarah/Pengawas.

Bab VI

DEWAN PENGARAH/PENGAWAS

Pasal 9

  1. Dewan Pengarah/Pengawas berwenang memeriksa dan memberikan sanksi atas pelanggaran kode etik;
  2. Dalam melakukan pemeriksaan dan memberikan keputusan, Dewan Pengarah/Pengawas membentuk majelis kehormatan yang terdiri dari:
  3. Ketua dewan Pengarah/Pengawas sebagai sekretaris;
  4. Sekretaris dewan Pengarah/Pengawas sebagai sekretaris;
  5. Ketua atau sekretaris dewan pembina sebagai anggota;
  6. Ketua atau sekretaris ATPI cabang ditempat anggota tersebut terdaftar sebagai anggota;
  7. Pihak lain yang mempunyai keahlian, pengetahuan dan integritas yang tidak diragukan sebagai anggota.
  8. Dewan Pengarah/Pengawas dapat melakukan pemeriksaan tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota ATPI berdasarkan pengaduan tertulis dari masyarakat dari anggota ATPI  atau dari keadaan yang diketahui sendiri oleh dewan Pengarah/Pengawas;
  9. Pengaduan harus disampaikan dengan alasan yang jelas disertai bukti yang cukup;
  10. Pengenaan sanksi kepada anggota ATPI dilakukan oleh pengurus pusat berdasarkan saran dari dewan kehormatan melalui ATPI cabang tempat anggota tersebut terdaftar;
  11. Dewan Pengarah/Pengawas wajib memberitahukan hasil kerjanya kepada pengurus pusat sekurang-kurangnya setahun sekali dan melaporkan kepada kongres.

Pasal 10

  1. Sanksi terhadap pelanggaran kode etik berupa:
  2. Teguran tertulis;
  3. Pemberhentian sementara;
  4. Pemberhentian tetap.
  5. Sebelum sanksi yang tersebut pada ayat (1) di atas diberikan, anggota ATPI yang bersangkutan harus diberi kesempatan membela diri dalam rapat majelis Pengarah/Pengawas dan anggota tersebut dapat disertai oleh sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anggota ATPI lainnya sebagai pendamping;
  6. Dalam keputusan sanksi pemberhentian tetap, maka keputusan tersebut baru berlaku setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri di depan kongres;
  7. Keputusan kongres merupakan keputusan final dan mengikat.

Bab VII

KEPUTUSAN DEWAN PENGARAH/PENGAWAS

Pasal 11

  1. Keputusan dewan Pengarah/Pengawas mempunyai kekuatan hukum tetap, final dan mengikat sejak diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh para pihak pada hari, tanggal, dan waktu yang telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan;
  2. Pelaksanaan keputusan dewan Pengarah/Pengawas dilakukan oleh pengurus pusat;
  3. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan dewan kehormatan disampaikan kepada:
  4. Anggota yang bersangkutan melalui ATPI  cabang tempat anggota tersebut terdaftar;
  5. Pengurus ATPI cabang tempat anggota tersebut terdaftar;
  6. Pengurus pusat ATPI;
  7. Kantor Tempat anggota Bekerja dan Pemberi Kerja dalam hal yang bersangkutan dikenakan sanksi pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap.

Bab VIII

PENUTUP

Pasal 12

  1. Perkara pelanggaran kode etik yang belum diperiksa dan belum diputus sebelum kode etik ini berlaku, akan diproses dan diputus berdasarkan kode etik yang berlaku pada saat pelanggaran terjadi;
  2. Kode etik ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.